Crowdfunding merupakan suatu praktik penggalangan
dana untuk berbagai jenis usaha, baik berupa ide produk, bisnis, atau kegiatan.
Belakangan ini crowdfunding telah menjadi praktik penggalangan dana yang
populer dalam permodalan usaha. Sekilas jika kita mendengarkan kata crowdfunding,
prinsip ini terdengar seperti prinsip yang modern. Namun praktik crowdfunding
ini telah terjadi selama bertahun-tahun sudah lamanya.[1] Konsep crowdfunding pertama
kali dicetuskan di Amerika Serikat pada tahun 2003 dengan diluncurkannya sebuah
situs bernama Artistshare. Dalam situs tersebut, para musisi berusaha mencari
dana dari para penggemarnya agar bisa memproduksi sebuah karya. Hal ini
menginisiasi munculnya situs-situs crowdfunding lainnya
seperti kickstarter yang berkecimpung di pendanaan industri kreatif
pada tahun 2009 dan Gofundme yang mengelola pendanaan berbagai acara dan bisnis
pada tahun 2010.[2]
Di Indonesia sendiri sistem
crowdfunding mulai masuk pada tahun 2012 dimana crowdfunding ini
bergerak di bidang sosial non-profit, seperti kesehatan pendidikan, lingkungan, dan budaya. Kemudian mengikuti perkembangan investasi dunia khususnya
perkembangan equity crowdfunding di dunia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
kemudian pada tahun 2018 membentuk peraturan yang menjadi dasar bagi equity
crowdfunding di Indonesia. Peraturan ini adalah Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 37
/POJK.04/2018 tentang Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham (equity crowdfunding)
yang kemudian dicabut dan digantikan oleh Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 57 /POJK.04/2020
tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi (securities crowdfunding). Lewat perubahan tahun 2020 ini kemudian dikenalkan sistem crowdfunding
baru yaitu securities crowdfunding untuk menggantikan equity
crowdfunding agar memudahkan usaha kecil dan menengah (UKM) yang badan usahanya masih sulit untuk
bisa memenuhi kriteria pendanaan pasar modal.[3]
Crowdfunding dibagi dalam 4 jenis yaitu:
1.
Donation Based
Sesuai namanya, para pendonor yang menyetorkan modalnya tidak mendapat
imbalan apapun dari proyek yang diajukan. Biasanya pada donation based crowdfunding memang
diperuntukkan untuk proyek-proyek yang bersifat non-profit seperti membangun
panti asuhan, sekolah, dsb.
2.
Reward Based
Pada jenis ini, mereka yang mengajukan proposal biasanya memberikan
penawaran berupa hadiah atau imbalan lainnya berupa barang, jasa, atau sebuah
hak, bukan memberikan bagi hasil dari keuntungan yang didapat dari proyek
tersebut. Crowdfunding jenis ini biasanya diperuntukkan untuk
proyek dari industri kreatif seperti games, dimana para donatur
yang mendanai proyek tersebut akan diberikan fitur-fitur menarik dari games tersebut.
3.
Debt Based
Sebenarnya crowdfunding jenis ini sama dengan pinjaman
biasa. Para calon debitur akan mengajukan proposalnya dan para donatur atau
kreditur akan menyetorkan modal yang dianggap sebagai pinjaman dengan imbal
balik berupa bunga.
4.
Equity Based
Konsepnya sama seperti saham, dimana uang yang disetorkan akan menjadi
ekuitas atau bagian kepemilikan atas perusahaan dengan imbalan dividen.[4]
Konsep pendanaan melalui crowdfunding
tengah menjadi tren dalam industri jasa keuangan di Indonesia, oleh karena
konsep pendanaan jenis ini memberikan kesempatan bagi masyarakat publik untuk
mengambil peran dalam pendanaan usaha melalui sistem urun dana atau pendanaan
bersama. Tidak hanya itu, secara umum industri pendanaan crowdfunding
menyasar perusahaan yang tengah mengembangkan usahanya, atau merupakan industri
skala kecil dan menengah.
Sampai saat ini masih belum
ada regulasi yang mengatur secara khusus mengenai debt based crowdfunding,
namun dalam pelaksanaan kegiatan debt based crowdfunding harus memiliki
dasar hukum yang jelas, oleh karena itu Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.
10/POJK.05/2022 Tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (POJK No. 10/2022) menjadi salah satu dasar hukum dalam kegiatan
usaha debt based crowdfunding.
Industri layanan pinjam-meminjam
uang berbasis teknologi informasi ditopang oleh teknologi informasi dengan
karakteristik yang berbeda dengan Industri Jasa Keuangan yang telah ada,
seperti mekanisme transaksi tanpa tatap muka, frekuensi transaksi tinggi,
proses cepat, persyaratan sederhana, termasuk dukungan artificial
intelligence. Karakteristik tersebut yang menghasilkan sifat bisnis yang
membutuhkan pengawasan berbeda dengan metode pengawasan secara konvensional.
Pengawasan harus dilakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi secara
optimal untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi. Dukungan teknologi
informasi dalam pengawasan juga untuk dapat mengakomodasi perkembangan industri
yang semakin kompleks.[5]
Berdasarkan informasi
tersebut diatas, maka dapat disimpulkan adanya kebutuhan masyarakat dan urgensi
dalam pembentukan regulasi yang mengatur layanan pinjam-meminjam uang berbasis
teknologi informasi ditopang oleh teknologi informasi yang sesuai dengan keadaan
industri jasa keuangan pada saat ini. Debt based crowdfunding secara
umum memiliki kesamaan dengan pinjaman biasa. Para calon debitur akan
mengajukan proposalnya dan kreditur akan menyetorkan modal yang dianggap
sebagai pinjaman dengan imbal balik berupa bunga. Namun terdapat perbedaan yang
signifikan antara kreditur dan debitur dalam hal ini, dimana secara mendasar crowdfunding
adalah layanan pendanaan secara urun dana, sehingga kreditor tersebut dapat
berjumlah lebih dari 1 (satu) pihak.
Secara umum dalam kegiatan usaha debt based crowdfunding,
terdapat 3 pihak yaitu pemberi dana, penerima dana, dan penyelenggara. POJK No. 10/2022 mengatur bahwa pemberi
dana dalam kegiatan usaha debt based crowdfunding adalah
subjek hukum asing ataupun subjek hukum dalam negeri, namun dalam hal penerima
dana dibatasi hanya subjek hukum dalam negeri atau badan usaha dalam negeri. Penyelenggara adalah badan hukum
Indonesia yang menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan debt
based crowdfunding
baik secara konvensional
atau berdasarkan Prinsip Syariah. Namun, POJK No. 10/2022 tidak memuat secara langsung
mengenai kegiatan debt based crowdfunding berbasis teknologi, karena
memang aturan tersebut ditujukan kepada seluruh layanan pendanaan berbasis
teknologi di Indonesia, yang disebut dengan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis
Teknologi Informasi.
Industri keuangan debt based crowdfunding merupakan kegiatan
usaha pendanaan secara urun dana berbasis utang, sehingga dalam kegiatannya
penerima dana akan dianggap berutang terhadap pemberi dana. Industri ini juga
fokus untuk pembiayaan terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), karena jumlah pendanaannya tidak memiliki
skala yang besar. Kegiatan usaha yang dilakukan meliputi pendanaan produktif, yang
mana merupakan pendanaan untuk usaha yang menghasilkan barang dan/ atau jasa,
termasuk usaha yang memberikan nilai tambah dan meningkatkan pendapatan bagi
Penerima Dana.
POJK No. 10/2022 mengatur
jumlah maksimal pendanaan yang dapat diberikan kepada penerima dana dalam
kegiatan usaha debt based crowdfunding, disebutkan bahwa batas maksimum pendanaan
kepada setiap penerima dana adalah sebesar Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar
rupiah).
Teknis pelaksanaan kegiatan tidak diatur oleh peraturan
perundang-undangan, sehingga mengenai bagaimana syarat-syarat pendanaan dan
proses pendanaan diatur oleh penyelenggara debt based crowdfunding
secara langsung. Debt based crowdfunding masih kurang diminati oleh
pelaku bisnis di Indonesia. Sementara crowdfunding merupakan model
pendanaan yang masih baru di Indonesia, saat ini seluruh industri crowdfunding
di Indonesia bergerak di bidang sekuritas dan ekuitas, yang mana memiliki
perbedaan sistem pendanaan dengan debt based crowdfunding.
Dasar
Hukum:
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.
10/POJK.05/2022 Tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi
[1] Asosiasi Layanan Urun Dana Indonesia, Sejarah Perkembangan Crowdfunding,
hlm. 1.
[2] Equity Crowdfunding
Jadi Alternatif Permodalan, https://sikapiuangmu.ojk.go.id/FrontEnd/CMS/Article/20569, diakses pada 25/02/2023.
[3] Asosiasi Layanan Urun Dana Indonesia, op. cit., hlm. 3.
[4] Equity Crowdfunding
Jadi Alternatif Permodalan, op.cit.
[5] Penjelasan atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 10/POJK.05/2022
Tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi.
Komentar
Posting Komentar